sidikfokusnews.com – Makassar – Sebuah karya ilmiah dan kultural yang sarat makna hadir memperkaya literasi Islam Nusantara. Buku berjudul Kelong Pendidikan Religius: Nilai Ajaran Islam Berbasis Kearifan Lokal, karya Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M.S., resmi diterbitkan oleh Tohar Media pada tahun 2025. Karya ini menjadi tonggak penting dalam upaya menghidupkan kembali tradisi lisan masyarakat Makassar—yakni kelong—sebagai media dakwah, pendidikan karakter, dan pelestarian budaya yang Islami.
Dalam penjelasannya, Prof. Bahaking menuturkan bahwa buku ini lahir dari keprihatinan terhadap semakin lunturnya budaya tutur kelong di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Ia menilai, kelong bukan sekadar nyanyian rakyat, tetapi warisan budaya yang sarat dengan nilai moral, petuah kehidupan, dan ajaran keislaman.
“Saya ingin agar kelong tidak hanya dikenang sebagai peninggalan budaya, tetapi dihidupkan kembali sebagai media dakwah dan pendidikan karakter Islami yang relevan dengan perkembangan zaman,” ujar Prof. Bahaking.
Buku tersebut memuat 281 kelong religius yang diklasifikasikan ke dalam empat tema besar: akidah, syariah, akhlak dan tasawuf, serta sosial kemasyarakatan. Setiap kelong dirangkai dengan bahasa yang indah, mengalir, dan penuh makna, menjadikannya bacaan yang tidak hanya memikat secara estetika, tetapi juga menyejukkan secara spiritual.
Menurut Prof. Bahaking, kelong memiliki kekuatan edukatif yang tinggi. Di masa lampau, orang tua menasihati anak, guru menegur murid, hingga ulama berdakwah — semua dilakukan lewat kelong. Tradisi ini menjadi alat pendidikan moral yang efektif dan menyentuh rasa kemanusiaan.
“Nilai-nilai Islam tidak cukup diajarkan secara teoritis di ruang kelas. Ia harus diinternalisasikan melalui budaya dan rasa yang hidup di tengah masyarakat. Di sinilah kelong berperan penting,” jelasnya.
Dalam pandangan Prof. Bahaking, pendekatan pendidikan berbasis budaya lokal seperti kelong dapat menghidupkan kembali semangat dakwah kultural, yaitu dakwah yang berakar pada identitas masyarakat sendiri. Islam, katanya, hadir ke Nusantara melalui jalur budaya — bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kelembutan dan hikmah.
Buku Kelong Pendidikan Religius juga mendapat sambutan hangat dari berbagai tokoh nasional, termasuk Menteri Agama RI, Wakil Ketua DPD RI, dan Ketua Umum BPP-KKSS. Karya ini dinilai mampu menyatukan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal Makassar, menghadirkan dakwah yang hangat, menyentuh, dan membumi.
“Kelong dapat menjadi sarana dakwah yang lembut. Ia menyampaikan pesan Islam dengan bahasa budaya, sehingga lebih mudah diterima oleh masyarakat tanpa menimbulkan jarak,” ujar Prof. Bahaking.
Selain itu, buku ini juga menjadi panduan berharga bagi pendidik, penyuluh agama, dan mubaligh. Melalui kelong, mereka dapat menanamkan nilai karakter, moralitas, dan spiritualitas Islam dengan cara yang menyenangkan dan berakar pada budaya lokal.
Bacaan Spiritual dan Refleksi Kehidupan
Lebih jauh, Prof. Bahaking menegaskan bahwa kelong bukan sekadar seni tutur, melainkan juga jalan spiritual yang menuntun manusia untuk mengenali hakikat hidup. Nilai-nilai seperti kejujuran, kasih sayang, kesabaran, kerja keras, dan syukur menjadi inti dari ajaran Islam yang tertuang di dalam bait-bait kelong.
“Kelong mengajarkan Islam dengan kelembutan, bukan paksaan; dengan kearifan, bukan kekerasan. Pendidikan religius yang kokoh harus berpijak pada budaya sendiri. Islam yang berakar akan tumbuh kuat,” tegasnya.
Harapan untuk Generasi Penerus
Melalui karya ini, Prof. Bahaking berharap agar para pendidik, dai, dan generasi muda dapat memadukan agama dan budaya sebagai dua kekuatan besar pembentuk karakter bangsa. Dengan demikian, Islam tidak hanya dipahami sebagai doktrin, tetapi juga dihayati sebagai nilai hidup yang membumi dan membudaya.
“Semoga setiap bait kelong yang kita lantunkan menjadi doa, setiap pesan yang kita pahami menjadi amal, dan setiap budaya yang kita jaga menjadi jalan menuju ridha Allah SWT,” tutup Prof. Bahaking.
Buku Kelong Pendidikan Religius menjadi bukti bahwa pelestarian budaya lokal tidak harus bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sebaliknya, keduanya dapat saling memperkaya dan memperkuat fondasi moral umat. Melalui karya ini, Prof. Bahaking Rama mengajak kita untuk kembali mendengar suara budaya sendiri suara yang lembut, religius, dan penuh hikmah.
(Redaksi).

















