sidikfokusnews.com-Batam.—
Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) kembali melaksanakan program pembinaan hukum bagi pelajar melalui kegiatan Jaksa Masuk Sekolah (JMS) di SMA Negeri 14 Batam, Kamis (16/10/2025).
Kegiatan yang menjadi bagian dari Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum) ini mengangkat tema besar: “Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza), Anti Perundungan (Bullying), dan Bijak Bermedia Sosial.”
Tim JMS Kejati Kepri dipimpin oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum, Yusnar Yusuf, S.H., M.H., dengan anggota tim Rama Andika Putra, Syahla Regina Paramita, dan Dodi.
Kegiatan ini diikuti oleh 70 pelajar SMA Negeri 14 Batam bersama Kepala Sekolah Faizal Amri, S.Pd., M.Sn., serta para guru pendamping.
Dalam paparannya, Yusnar Yusuf menjelaskan bahwa kegiatan JMS bertujuan menanamkan kesadaran hukum sejak dini kepada generasi muda agar mereka memahami konsekuensi dari setiap tindakan yang melanggar hukum, sekaligus membangun karakter pelajar yang berintegritas, tangguh, dan beretika di era digital.
Pada sesi pertama, narasumber menjabarkan materi tentang bahaya penyalahgunaan Napza. Ia menjelaskan perbedaan antara narkotika dan psikotropika, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Narkotika adalah zat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat menurunkan kesadaran dan menimbulkan ketergantungan. Sementara psikotropika adalah zat bukan narkotika, tetapi juga memengaruhi sistem saraf pusat dan perilaku pengguna,” terangnya.
Yusnar juga memaparkan klasifikasi narkotika dan psikotropika berdasarkan golongan, serta ancaman pidana berat yang diatur dalam Bab XV UU Narkotika, yaitu Pasal 111 hingga Pasal 148, termasuk ancaman pidana seumur hidup hingga hukuman mati.
“Dampak dari penyalahgunaan narkoba bukan hanya kerusakan organ tubuh dan gangguan kejiwaan, tetapi juga kehancuran masa depan, keterlibatan dalam kejahatan, dan risiko kematian akibat overdosis,” ujarnya menegaskan.
Selain Napza, materi berikutnya menyoroti isu perundungan (bullying) yang kini marak di lingkungan pendidikan. Narasumber menjelaskan bahwa bullying merupakan tindakan agresif berulang yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk menyakiti korban, baik secara fisik, verbal, sosial, maupun seksual.
“Bahkan satu kali ancaman yang membuat korban ketakutan permanen pun termasuk tindakan bullying,” jelasnya.
Ia memaparkan bentuk-bentuk bullying, penyebab, karakteristik pelaku dan korban, serta dampaknya terhadap kesehatan mental dan prestasi belajar. Pelaku cenderung menunjukkan perilaku agresif dan ego tinggi, sedangkan korban mengalami depresi, cemas, hingga menurunnya semangat sekolah.
“Kami ingin siswa paham bahwa perundungan bukan bentuk kehebatan, melainkan pelanggaran moral dan hukum,” tambahnya.
Pada sesi terakhir, peserta diajak memahami pentingnya bijak bermedia sosial. Yusnar mengutip definisi media sosial sebagai ruang komunikasi interaktif berbasis internet yang memungkinkan pengguna memproduksi konten secara bersamaan.
Media sosial, katanya, memiliki dua sisi: positif dan negatif. Di satu sisi dapat memperluas koneksi, sumber informasi, dan peluang ekonomi; di sisi lain bisa menjadi sarana penyebaran hoaks, perundungan digital (cyberbullying), hingga pelanggaran privasi.
Dalam konteks hukum, narasumber juga menjelaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang menjadi payung hukum dalam mengatur perilaku digital dan transaksi elektronik di Indonesia.
Ia mengingatkan agar para pelajar berhati-hati dalam menyebarkan informasi dan tidak menggunakan media sosial untuk hal-hal yang dapat berujung pada jerat hukum.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab interaktif antara narasumber dan siswa yang berlangsung dinamis. Beragam pertanyaan diajukan seputar bahaya Napza, fenomena bullying di sekolah, serta kasus-kasus pelanggaran hukum di dunia maya.
Kepala SMA Negeri 14 Batam, Faizal Amri, mengapresiasi program JMS yang dinilai sangat relevan bagi pembentukan karakter dan kesadaran hukum siswa.
“Program ini sangat bermanfaat untuk menyiapkan generasi yang cerdas, tangguh, dan berintegritas, agar mereka mampu menjadi agen perubahan di lingkungan sekolah dan masyarakat,” ujarnya.
Melalui kegiatan Jaksa Masuk Sekolah, Kejati Kepri berupaya menghadirkan wajah hukum yang edukatif dan humanis — bukan hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga pembimbing moral bagi generasi muda.
Program ini diharapkan dapat memperkuat karakter pelajar Kepri sebagai generasi penerus bangsa yang berakhlak, taat hukum, dan bijak di era digital.”arf-6