banner 728x250
Batam  

TRAGEDI PURAJAYA: Ketika Adat Melayu Dirobohkan Bersama Hotelnya

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com-Batam.– Sebuah Tragedi Marwah di Tanah Melayu. Kasus perobohan Hotel Purajaya di kawasan Nongsa, Batam, bukan sekadar persoalan hukum dan bisnis. Ia telah menjelma menjadi tragedi budaya, sebuah bentuk nyata penistaan terhadap adat Melayu—akar peradaban dan marwah masyarakat Kepulauan Riau.

Tindakan pencabutan lahan dan perobohan bangunan yang dilakukan tanpa dasar hukum pengadilan, tanpa musyawarah adat, dan tanpa penghormatan terhadap nilai-nilai lokal, telah menyinggung harga diri masyarakat Melayu yang selama ini menjunjung tinggi prinsip adab, musyawarah, dan marwah.

banner 325x300

“Bukan hanya hotel yang diruntuhkan. Yang dihancurkan adalah harga diri dan marwah Melayu,”

ujar seorang tokoh adat di Tanjung Uma dengan nada getir.

Hotel Purajaya berdiri megah sejak 1990-an, dikelola oleh PT Dani Tasha Lestari (DTL) di atas lahan negara yang dikuasai oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Kawasan Nongsa kala itu menjadi jantung pariwisata dan simbol kemajuan Batam di era awal pembangunan.

Namun, pada 2019 hingga 2020, secara tiba-tiba BP Batam mencabut alokasi lahan milik PT DTL dan mengalihkannya kepada PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP). Ironisnya, proses alokasi lahan baru untuk PT PEP hanya memakan waktu 15 hari—padahal aturan BP Batam mensyaratkan minimal 45 hari untuk verifikasi dan tanggapan publik.

Lebih mengejutkan lagi, PT DTL tidak pernah menerima pemberitahuan resmi terkait pencabutan hak tersebut, meski di atas tanah itu berdiri bangunan hotel bernilai ratusan miliar rupiah.

Puncak tragedi terjadi 21 Juni 2023, saat pihak PT PEP melalui kontraktor pihak ketiga menurunkan alat berat untuk merobohkan Hotel Purajaya. Tidak ada surat eksekusi pengadilan, tidak ada berita acara resmi, dan tidak ada dasar hukum yang jelas.

Dalam perspektif hukum agraria, tindakan ini cacat hukum. Tanah dan bangunan memiliki objek hukum berbeda: tanah bisa dimiliki satu pihak, sedangkan bangunan di atasnya dimiliki pihak lain. Artinya, pemegang hak lahan tidak bisa begitu saja menghancurkan bangunan milik orang lain.

“Perobohan tanpa keputusan pengadilan adalah bentuk perampasan hak dan pelanggaran hukum,”

Aksi sepihak ini memicu gelombang kemarahan dari berbagai kalangan, terutama Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri dan Kesultanan Riau-Lingga. Mereka menilai, perobohan ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan penghinaan terhadap marwah dan sejarah Melayu.

Hotel Purajaya memiliki nilai simbolik bagi masyarakat tempatan. Ia merupakan landmark awal pariwisata Melayu modern di Batam—tempat berlangsungnya pertemuan adat, kegiatan kebudayaan, hingga acara resmi pemerintahan.

“Tindakan ini bukan hanya penghancuran bangunan, tapi penghancuran nilai dan sejarah,”

kata seorang pengurus LAM Kepri dalam pernyataan resminya.

Dalam tradisi Melayu, setiap keputusan besar yang menyentuh kepentingan masyarakat harus dimusyawarahkan bersama. Merobohkan bangunan tanpa melibatkan lembaga adat adalah pelanggaran berat terhadap tatanan sosial dan adab Melayu, yang berpegang pada prinsip:
“Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah.”

Secara historis, Batam merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Riau-Lingga, dengan sistem hukum adat Melayu yang hidup dan dihormati. Namun hingga kini, belum ada peraturan daerah yang mengakui secara resmi tanah ulayat Melayu di wilayah Batam.

Akibatnya, hak-hak adat tidak memiliki kekuatan yuridis, meski diakui secara moral dan konstitusional melalui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 3 UUPA 1960.

Dalam hukum adat Melayu, tindakan sepihak tanpa musyawarah dianggap melanggar martabat komunitas. Tanah dan bangunan adalah simbol kehormatan keluarga dan kampung; merobohkannya tanpa izin berarti menistakan martabat.

Selain hukum adat, tindakan perobohan ini juga bertentangan dengan:

UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, karena Hotel Purajaya memiliki nilai historis bagi perkembangan pariwisata Melayu.

Asas due process of law, karena tidak ada putusan pengadilan yang mengizinkan eksekusi.

Prinsip penghormatan terhadap hak masyarakat adat, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945.

Kasus Purajaya membuka luka lama: benturan antara kekuasaan administratif dan nilai-nilai adat.
BP Batam, yang seharusnya menjadi penjaga keseimbangan pembangunan dan kearifan lokal, justru dipandang bertindak arogan, mengabaikan nilai kemanusiaan dan keadilan.arf-6

“Negara seharusnya menjadi penjaga marwah, bukan pelaku penistaan,”
ujar seorang pengamat hukum dari Universitas Riau.

Dalam konteks konstitusi, negara wajib menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, bukan menghapusnya dengan alasan pembangunan atau investasi.

Sebagai bentuk perlawanan damai dan moral, Ketua Saudagar Rumpun Melayu menyerukan boikot terhadap bisnis-bisnis yang berada di bawah Pasifik Group, termasuk PT PEP.

“Kalau marwah Melayu diinjak, kita tidak boleh diam. Boikot adalah sikap bermartabat, bukan permusuhan,”

tegas Ketua Saudagar Rumpun Melayu dalam pernyataan terbuka di Tanjungpinang.

Boikot ini dinilai sebagai bentuk solidaritas budaya, sebuah pesan bahwa uang tidak bisa membeli harga diri.

Tragedi Purajaya menjadi cermin buram pembangunan Batam.
Kota yang tumbuh dari investasi dan industri kini dihadapkan pada krisis nilai dan moralitas budaya.

Batam boleh terus membangun gedung-gedung tinggi dan kawasan industri, namun tidak boleh kehilangan jati dirinya sebagai tanah Melayu.
Sebab, di balik setiap hektar lahan dan batu bangunan, ada tanah warisan leluhur yang dijaga dengan darah, doa, dan adat.

“Biar mati anak, jangan mati adat.”

Kasus perobohan Hotel Purajaya bukan hanya pelanggaran hukum formal, tetapi penghinaan terhadap nilai adat dan kemanusiaan.
Ia menunjukkan betapa kuasa bisa merobohkan bangunan, namun takkan pernah bisa merobohkan marwah Melayu.

Dari puing-puing Purajaya, lahir kesadaran baru: bahwa adat dan kehormatan Melayu tidak bisa dibeli, tidak bisa dipaksa, dan tidak akan pernah padam.”arf-6

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *