banner 728x250

Geber Kepri Resmi Layangkan Pemberitahuan Aksi Tolak Lelang Gurindam 12

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.– Polemik pengelolaan Kawasan Gurindam 12 terus menguat dan kini memasuki fase krusial. Aliansi Gerakan Bersama Rakyat Kepulauan Riau (Geber Kepri) secara resmi melayangkan surat pemberitahuan aksi unjuk rasa damai kepada Polresta Tanjungpinang. Aksi akan digelar pada Rabu, 24 September 2025 di depan Gedung DPRD Kepri, Dompak, dengan estimasi kehadiran massa sekitar 500 orang yang terdiri dari mahasiswa, pelaku UMKM, ormas, tokoh agama, jurnalis, hingga masyarakat sipil.

banner 325x300

Dalam surat resminya, Geber Kepri menegaskan aksi ini merupakan eskalasi dari berbagai upaya sebelumnya—mulai dari diskusi terbuka, pengiriman surat resmi, hingga audiensi—yang dinilai tidak memperoleh tanggapan memadai dari Pemerintah Provinsi maupun DPRD Kepri.

Koordinator lapangan aksi menekankan bahwa pelelangan Gurindam 12 adalah bentuk privatisasi ruang publik yang berbahaya bagi masa depan masyarakat Kepri. “Kami tidak ingin Gurindam 12 yang dibangun dengan uang rakyat ratusan miliar justru jatuh ke tangan swasta dan menyingkirkan UMKM lokal,” ujarnya.

Ketua Pedagang Gurindam 12, Zulkifli Riawan, S.E., turut memperingatkan dampak sosial-ekonomi dari kebijakan ini. “UMKM bisa mati, identitas budaya Melayu bisa terpinggirkan. Ini bukan sekadar soal aset, tapi soal harkat masyarakat Kepri,” tegasnya.

Geber Kepri menyampaikan tuntutan jelas: membatalkan rencana pelelangan Gurindam 12, mencopot Kepala Dinas PUPR Kepri yang dianggap gagal menjaga akuntabilitas kebijakan publik, serta menyerahkan pengelolaan kawasan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang yang dinilai lebih memahami kebutuhan warga setempat.

Menurut pengamat kebijakan publik, pelelangan aset publik strategis semacam Gurindam 12 rawan menimbulkan persoalan legitimasi. “Ada aspek hukum administrasi yang lemah. Privatisasi ruang publik tanpa kajian komprehensif dan tanpa keterlibatan masyarakat bisa menyalahi asas transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara,” jelasnya.

Pakar tata kota, menambahkan bahwa Gurindam 12 sejatinya adalah wajah ibu kota provinsi yang tidak boleh kehilangan fungsi sosialnya. “Jika dikelola swasta, orientasinya pasti lebih ke arah bisnis ketimbang kepentingan publik. Ini akan mereduksi nilai kultural sekaligus mengurangi akses masyarakat terhadap ruang terbuka yang menjadi simbol kota.

Dalam suratnya, Geber Kepri juga meminta Polresta Tanjungpinang untuk menjalankan peran sebagai pengawal demokrasi, menjaga ketertiban selama aksi, serta memastikan tidak ada tindakan represif yang mencederai hak konstitusional rakyat.

Ustadz Riswandi, salah satu korlap, menekankan dimensi moral perjuangan ini. “Mempertahankan Gurindam 12 bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal marwah masyarakat Melayu. Jangan sampai simbol kebanggaan ini diperdagangkan.”

Salah satu tokoh perjuangan yang tergabung dalam aliansi bahkan menegaskan sikap tegas seluruh koordinator dan penanggung jawab aksi atas nama Geber Kepri. “Kami sepakat tidak akan ada lobi-lobi yang melemahkan suara masyarakat. Geber Kepri adalah representasi keresahan rakyat, dan suara itu tidak boleh diperdagangkan,” ujarnya.

Analis politik regional, Agus M. Maksum, menilai aksi ini bisa menjadi momentum penting dalam dinamika politik daerah. “Geber Kepri mampu merangkul elemen yang beragam: mahasiswa, pedagang, tokoh agama, jurnalis, hingga masyarakat sipil. Ini tanda keresahan publik yang nyata. Jika pemerintah tetap memaksakan lelang, risiko delegitimasi politik kian besar,” tandasnya.

Aksi pada 24 September mendatang diprediksi menjadi titik ujian serius bagi Pemprov Kepri: apakah memilih mendengarkan suara publik atau tetap melanjutkan agenda privatisasi Kawasan Gurindam 12 yang menuai kontroversi.”timredaksiSF

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *