sidikfokusnews.com-Batam.- Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kepulauan Riau berhasil mengungkap sejumlah kasus menonjol pada periode bulan Agustus hingga pertengahan September 2025. Dalam kurun waktu tersebut, tercatat sebanyak 30 kasus dengan jumlah tersangka 39 orang, serta barang bukti narkotika yang terdiri dari ribuan gram sabu, puluhan ribu butir ekstasi, hingga pengungkapan mini laboratorium narkotika di Batam. Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Kapolda Kepri Irjen. Pol. Asep Safrudin, S.I.K., M.H., pada saat konferensi pers di Lobby Utama Polda Kepri. Selasa (16/9/2025).
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Wakapolda Kepri Brigjen Pol. Dr. Anom Wibowo, S.I.K., M.Si., Irwasda Polda Kepri Kombes Pol. Tato Pamungkas Suyono, S.I.K., M.Si., Dirresnarkoba, Kabidhumas Polda Kepri , Kabid Propam Polda Kepri, perwakilan Granat Kepri, Kejari Batam, BPOM Kepri, BNNP Kepri, Bea Cukai Batam, serta Kejati Kepri.
Dalam kesempatan yang sama Dirresnarkoba Polda Kepri Kombes. Pol. Anggoro Wicaksono, S.H., S.I.K., M.Si., menjelaskan bahwa pada bulan Agustus 2025, Ditresnarkoba Polda Kepri berhasil mengungkap 21 kasus, termasuk dua kasus limpahan dari Bea Cukai Batam, dengan jumlah tersangka sebanyak 27 orang. Dari hasil pengungkapan tersebut, barang bukti yang diamankan terdiri dari 877,81 gram sabu, 1.313 butir ekstasi, 11 paket sinte gorila, 663 butir _happy five_, dan 9 butir _etomidate_. Beberapa kasus menonjol di bulan Agustus antara lain penyelundupan narkotika di Bandara Hang Nadim Batam, penggerebekan pengedar sabu di kawasan Tanjung Riau dan Windsor Square Batam, serta penangkapan seorang warga negara Malaysia dengan barang bukti cairan vape yang mengandung sinte gorila.
Selanjutnya, dalam kurun waktu 1 hingga 16 September 2025, Ditresnarkoba Polda Kepri juga kembali mengungkap 9 kasus dengan jumlah tersangka 12 orang. Barang bukti yang disita pada periode ini meliputi 7.499,30 gram sabu, 43 butir ekstasi, dan 556,3 gram serbuk ekstasi. Dari sembilan kasus tersebut, empat kasus menonjol berhasil diungkap, di antaranya adalah jaringan peredaran sabu lintas wilayah di Batam yang melibatkan tersangka berinisial AA, H, dan RD dengan barang bukti lebih dari 1,8 kilogram sabu. Kasus menonjol lainnya yaitu penggerebekan sebuah mini laboratorium narkotika di kawasan Tanjung Piayu, Batam, yang menyita barang bukti sabu seberat 5,5 kilogram, serbuk ekstasi seberat 556,3 gram, serta berbagai bahan kimia dan peralatan produksi narkotika.
“Secara keseluruhan, sejak awal tahun hingga 16 September 2025, Ditresnarkoba Polda Kepri mencatat capaian pengungkapan 216 kasus dengan 298 tersangka. Barang bukti yang berhasil diamankan sepanjang tahun ini meliputi 127.638,04 gram sabu, 2.634,61 gram ganja kering, 73.420 butir ekstasi, 556,3 gram serbuk ekstasi, 5.726 gram _MDMB 4en PINACA_, 1.000 gram heroin, 11 paket sinte gorila, 1.254 butir _happy five_, 3.273,38 gram ketamin, 405,8 gram _happy water_, serta 4.693 butir _etomidate_. Dari seluruh barang bukti tersebut, negara diperkirakan berhasil menyelamatkan lebih dari 853.040 jiwa masyarakat Indonesia dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat keras berbahaya,” tegas Dirresnarkoba Polda Kepri Kombes. Pol. Anggoro Wicaksono, S.H., S.I.K., M.Si.
Dalam doorstopnya, Kapolda Kepri Irjen. Pol. Asep Safrudin, S.I.K., M.H., menegaskan bahwa Penyelidikan dikembangkan hingga ke sumbernya. Dari hasil penelusuran, ditemukan bahwa barang tersebut diperoleh dari seseorang, lalu ditelusuri lebih jauh hingga sampai pada nilai tertentu dengan persamaan yang sedang kami dalami. Kami akan terus mengembangkan penyelidikan ini untuk mengetahui siapa yang mengajarkan mereka proses produksi, siapa yang mengendalikan, dan sudah berapa kali mereka melakukan penjualan.
“Meskipun dari pengakuan yang bersangkutan baru dilakukan satu kali, namun tentu kami akan tetap melakukan pendalaman. Kami akan menelusuri lebih lanjut, termasuk pola-pola komunikasi yang mereka gunakan dan kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mendukung program P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba). Melalui kepedulian dan peran aktif masyarakat, diharapkan terwujud lingkungan yang bersih dari narkoba sehingga generasi muda dapat terlindungi dan masa depan bangsa tetap terjaga,” tutup Kapolda Kepri Irjen. Pol. Asep Safrudin, S.I.K., M.H.”(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 64