sidikfokusnews.com-Batam.-Polresta Barelang – Dalam rangka menjaga situasi kamtibmas yang kondusif, Personel Satbinmas bersama Polsek jajaran Polresta Barelang melaksanakan kegiatan menjadi Inspektur Upacara (Irup) sekaligus memberikan pembinaan dan penyuluhan (Binluh) di sekolah-sekolah di Kota Batam. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kasat Binmas Polresta Barelang, Kompol Yulianti Asril, S.H., M.M., selaku penanggung jawab. Senin (15/09/2025).
Kegiatan Binluh ini dilaksanakan secara serentak di 15 sekolah yang tersebar di berbagai kecamatan di Kota Batam, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga SMK. Di antaranya yaitu SMA Negeri 4 Batam, SMAN 10 Batam, SMA IT Ulil Albab Batam, SMAN 25 Batam, SMP Kartini Batam, MA Amanutul Ummah, SMKN 7 Batam, SMKN 2 Batam, MTsN 2 Batam, SMAN 14 Batam, SMAN 23 Batam, SMAN 28 Batam, serta SD-SMP IT Al Farabi Batam.
Dalam arahannya sebagai Irup, para personel menyampaikan himbauan kepada siswa-siswi untuk tidak terprovokasi atau mengikuti ajakan aksi unjuk rasa yang marak di beberapa daerah. Ditekankan bahwa pelajar sebaiknya fokus menuntut ilmu dan meraih prestasi untuk mempersiapkan diri menuju Indonesia Emas, serta tidak terlibat dalam kegiatan yang dapat mengganggu proses belajar maupun ketertiban umum.
Selain itu, personel Polresta Barelang juga memberikan penyuluhan mengenai bahaya narkoba, pergaulan bebas, serta pentingnya bijak dalam bermedia sosial agar tidak mudah terpengaruh berita hoaks. Para siswa juga dihimbau untuk selalu mematuhi aturan lalu lintas ketika berkendara demi keselamatan bersama.
Kompol Yulianti Asril, S.H., M.M., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian Polri terhadap generasi muda. “Kami hadir langsung di sekolah-sekolah untuk memberikan pemahaman kepada para pelajar agar tidak mudah terprovokasi isu-isu yang berkembang, serta menekankan pentingnya menjaga masa depan dengan prestasi. Kami juga mengajak pihak sekolah, guru, dan orang tua untuk bersama-sama menjaga anak-anak kita dari hal-hal yang dapat merugikan mereka,” ujarnya.
Kepala sekolah dan majelis guru menyambut positif kunjungan Polresta Barelang tersebut. Mereka menyatakan siap bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam membimbing siswa, sekaligus berkomitmen untuk segera berkoordinasi apabila ditemukan adanya indikasi yang dapat mengganggu keamanan maupun ketertiban di lingkungan sekolah.
Melalui kegiatan Binluh ini, diharapkan tercipta sinergi yang erat antara Polri, sekolah, dan masyarakat dalam membangun lingkungan pendidikan yang aman, tertib, serta kondusif. Dengan demikian, para pelajar dapat tumbuh menjadi generasi yang berprestasi, disiplin, dan berkontribusi positif bagi pembangunan bangsa.”(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 49