banner 728x250
Bintan  

Mafia Pasir : Negara Ditantang, Hukum Dikubur Hidup-Hidup

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com’Bintan- Kepulauan Riau.– Deru mesin penyedot pasir meraung tanpa henti. Truk-truk tua keluar masuk dari jalan berlumpur, mengangkut muatan pasir seolah tak ada yang mampu menghentikan. Dari kejauhan, pipa rakitan menyalurkan material tambang ke bak truk, bebas tanpa ragu, tepat di siang bolong. Semua berjalan mulus, meski tak ada izin, tak ada dasar hukum, seakan aparat hanya jadi hiasan seremonial.

Aktivitas ilegal yang berlangsung terang-terangan ini menelanjangi kenyataan pahit: hukum di Bintan rapuh, bahkan mungkin sudah tunduk pada uang dan kekuasaan. Publik pun bertanya: apakah aparat benar-benar tak berdaya, atau justru menjadi tameng yang melindungi para cukong pasir?

banner 325x300

Dalang Lama, Kebal Hukum
Nama Y kembali mencuat. Sosok lama yang disebut-sebut telah bertahun-tahun menjadi penguasa bisnis pasir gelap di Bintan. Jaringannya kuat, mencakup politik dan aparat. Berkali-kali warga melapor, namun hasilnya nihil. Y tetap leluasa, seolah memiliki kekebalan aneh di hadapan hukum.

Seorang warga menyindir getir, “Kalau rakyat kecil yang angkut segelintir pasir, langsung diciduk. Tapi kalau Y, aparat mendadak ompong.”
Kontras makin nyata saat kasus Nababan, pekerja kecil yang hanya mengangkut pasir skala minim, ditangkap. Ketidakadilan telanjang ini mempertegas adagium lama: hukum di Bintan masih saja tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Lingkungan Rusak, Warga Jadi Korban
Investigasi di lapangan menunjukkan kerusakan parah. Sungai yang dulu jernih berubah keruh, ikan dan biota air mati, nelayan kehilangan mata pencaharian. Truk pasir meninggalkan jejak debu dan kubangan lumpur, sementara lahan yang digarap berubah menyerupai kawah tandus, tak bisa lagi ditanami.

“Awalnya warga lokal coba kelola secara kecil-kecilan, tapi kalah modal. Begitu orang kuat masuk, semua diambil alih. Rakyat hanya jadi penonton di tanah sendiri,” ungkap seorang pekerja tambang.

Ahli lingkungan memperingatkan, kerusakan ini bukan sekadar tambang pasir. “Kita bicara ancaman jangka panjang. Air tanah tercemar, ekosistem pesisir lumpuh, generasi mendatang kehilangan ruang hidup. Kerugian ekologis jauh lebih besar dibanding keuntungan instan segelintir cukong,” tegasnya.

Legalitas Nol, Persekongkolan Pekat
Lurah setempat menegaskan bahwa tidak ada izin tambang pasir di Galang Batang contohnya. “Itu kewenangan Dinas ESDM Kepri. Sampai sekarang, tidak pernah ada izin yang keluar,” katanya.
Namun faktanya, aktivitas tetap berjalan mulus. Publik menilai ada pembiaran sistematis, bahkan dugaan persekongkolan hitam antara cukong dan oknum aparat.

Seorang pengamat hukum angkat suara, “Kalau tambang ilegal bisa beroperasi terang-terangan, jelas ada kongkalikong. Aparat yang seharusnya melindungi rakyat justru jadi perisai mafia. Negara kehilangan wibawa di depan masyarakatnya sendiri.”

Mafia Pasir Menantang Negara
Kini mafia pasir tak hanya merusak lingkungan. Mereka sedang menantang negara secara terbuka. Beroperasi di siang hari bukan sekadar mencari untung, tetapi menunjukkan bahwa hukum tak lagi berdaulat di tanah Bintan.

Seorang aktivis sipil menegaskan, “Kalau Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak turun tangan langsung, publik akan yakin bahwa negara sudah kalah dari mafia. Bahkan lebih buruk: negara tunduk pada mereka.”

Galang Batang hari ini adalah cermin bahwa negara bisa dipermainkan. Jika dibiarkan, Bintan tidak hanya menjadi ladang emas bagi mafia pasir, tetapi juga akan dikenang sebagai kuburan hukum, lingkungan, dan masa depan keadilan.”(arf-6)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *