sidikfokusnews.com-Tanjungpinang-Kepulauan Riau.- kini berubah menjadi surga bagi rokok ilegal. Dari Batam, Bintan, Tanjungpinang hingga Karimun, rokok tanpa pita cukai beredar bebas di warung-warung kecil, dijual terang-terangan tanpa takut aparat. Nilai kerugian negara? Tak lagi puluhan, tapi berpotensi mencapai ratusan miliar rupiah per tahun.
Ironi terbesar justru datang dari pihak yang mestinya menjadi benteng pertahanan negara. Alih-alih menutup rapat jalur penyelundupan, oknum Bea Cukai malah diduga bermain mata. Pernyataan salah satu pejabat yang menyebut harga rokok ilegal naik sebagai bukti keberhasilan pencegahan dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap akal sehat rakyat. “Kalau harga naik, artinya barang tetap ada, hanya distribusi lebih terbatas. Itu tanda pengawasan jebol, bukan berhasil. Jangan tipu masyarakat dengan logika terbalik,” tegas Andry Amsy, tokoh muda BP3KR.
Di balik bisnis gelap ini, sembilan perusahaan rokok non cukai di Kepri dituding menjadi mesin produksi yang menggerus pendapatan negara sekaligus mematikan industri rokok resmi. Padahal, industri legal adalah penyumbang utama kas negara dari sektor cukai. Ketimpangan ini semakin menambah bara kemarahan publik.
Pakar kebijakan fiskal Dr. Hendri Puspito menyebut kondisi ini sebagai “perampokan negara dari dalam.” Menurutnya, tanpa keterlibatan aparat di lapangan, tidak mungkin distribusi rokok ilegal bisa selancar sekarang. “Ini jelas mafia terorganisir. Kalau regulasi ada tapi tidak ditegakkan, maka pengkhianatan datang dari dalam tubuh negara itu sendiri,” katanya.
Tokoh pemuda minta namanya tidak disebutkan, menegaskan bahwa indikasi keterlibatan aparat dalam suplai rokok ilegal adalah kejahatan luar biasa. “Ini bukan sekadar pelanggaran disiplin, ini pengkhianatan negara. Kalau dibiarkan, maka rakyat akan percaya bahwa aparat bukan lagi penjaga hukum, melainkan bagian dari mafia.”
Masyarakat Kepri pun mulai kehilangan kesabaran. Mereka menilai Bea Cukai seolah pura-pura buta, padahal bukti bertebaran di depan mata. “Kalau negara terus membiarkan, jangan salahkan rakyat kalau akhirnya turun ke jalan. Kami tidak akan diam menyaksikan negara dirampok terang-terangan,” ancam Andry.
Kini, bola panas ada di tangan Presiden. Publik mendesak agar masalah ini tidak lagi ditangani Bea Cukai semata, melainkan didelegasikan kepada Menteri Keuangan, Kepolisian, bahkan TNI untuk membongkar jaringan sampai ke akar. Tanpa langkah tegas, Kepri akan terus menjadi ladang basah mafia rokok ilegal, dan rakyat hanya akan semakin muak melihat aparat yang lebih sibuk melindungi perut sendiri ketimbang menjaga kas negara.
Pertanyaan krusial kini menggantung: Apakah pemerintah berani membersihkan mafia rokok ilegal hingga ke jantung kekuasaan, atau sekali lagi membiarkan rakyat menyaksikan negara dijarah oleh oknum dalam seragam?,”(arf-6)