sidikfokusnews.com-Tanjungpinang- Kepulauan Riau.– Harapan publik bahwa pemerintah akan serius menumpas mafia rokok ilegal di Kepulauan Riau mendadak patah arang. Semua berawal dari audiensi Gerakan Bersama (Geber) dengan Bea Cukai Tanjungpinang pada 25 Agustus 2025. Pertemuan yang semula digadang-gadang sebagai momentum pembongkaran skandal justru berakhir antiklimaks tanpa satu pun keputusan berarti.
“Hasil audiensi nol besar. Tidak ada komitmen, tak ada janji koreksi, lisan apalagi tertulis,” ujar seorang tokoh Geber dengan nada kecewa.
Situasi memanas ketika Kepala Bea Cukai Tanjungpinang, Joko Pri Sukmono. mengeluarkan pernyataan yang memantik kemarahan publik: “Bea Cukai sudah berhasil dengan harga murah menjadi mahal.”
Bagi para aktivis, ucapan itu seperti menampar akal sehat. “Kalau harga rokok ilegal naik jadi Rp18 ribu lalu dianggap sukses, itu konyol. Yang diukur itu hilangnya peredaran ilegal, bukan mahalnya harga pasar gelap,” tegas seorang peserta dialog.
Kemarahan terhadap pemerintah ternyata bukan satu-satunya bara yang menyala. Di internal Geber sendiri, isu tak sedap tentang aliran dana mulai merebak.
“Dari mana uang untuk wartawan, spanduk, konsumsi? Jangan sampai ada yang diam-diam menerima dari tauke rokok,” sindir seorang aktivis senior.
Kecurigaan ini menyebar cepat. Beberapa tokoh bahkan menilai aksi besar 10 September mendatang terancam kehilangan daya ledak jika isu pendanaan tak segera dibuka ke publik.
Di tengah kisruh internal, Geber tetap berencana melaporkan sederet pabrik di kawasan Free Trade Zone Batam ke penegak hukum pusat. Nama-nama seperti PT Ying Mei Indo Tobacco International, PT Leadon International, PT Alcotrindo Batam, PT Vigo International, hingga PT Manhattan International sudah lama disebut sebagai produsen rokok tanpa pita cukai yang merajalela.
“Negara rugi triliunan, masyarakat diracuni, sementara oknum hidup mewah dari uang kotor ini,” tegas SAS Joni, Panglima Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAM NR).
Seorang pengamat menilai pola bisnis mafia ini sangat terstruktur: produksi di kawasan bebas cukai, distribusi murah ke daerah, keuntungan mengalir ke oknum pelindung. “Tanpa intervensi pemerintah pusat, daerah akan selalu kalah melawan mafia,” ujarnya.
Ultimatum dari Jakarta: Sikat Habis atau Negara Runtuh
Dari Ibu Kota, suara paling lantang datang dari Prof. Dr. Sutan Nasomal, pakar hukum internasional sekaligus ekonom. Ia mendesak Presiden agar memerintahkan Dirjen Bea Cukai, Kapolda, dan Pangdam menggelar operasi besar-besaran.
“Barang bukti harus dibakar di depan publik, bukan sekadar disita lalu hilang entah ke mana. Penegak hukum jangan main mata. Pelaku harus diadili, jaring oknum pelindungnya, sapu bersih sampai ke akar,” tegas Sutan.
Menurutnya, mafia rokok ilegal bukan sekadar pelanggaran cukai. “Ini kejahatan ekonomi berskala nasional. Kalau Presiden tidak turun tangan, negara bisa dikendalikan mafia,” ujarnya menutup wawancara.”(timredaksiSF)