Oleh: Ansar Ahmad, Gubernur Provinsi Kepulauan Riau
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan identitas yang mencerminkan jati diri sebuah bangsa. Dalam konteks masyarakat Kepulauan Riau, bahasa Melayu memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Ia bukan hanya warisan leluhur, tetapi juga fondasi peradaban yang mengikat berbagai kelompok masyarakat dalam satu kesatuan budaya. Oleh sebab itu, menjaga kelestarian bahasa Melayu bukan sekadar tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab moral kita bersama, agar bahasa ini tetap hidup dan berkibar hingga ke generasi anak cucu.
Bahasa Melayu memiliki sejarah panjang yang telah mengantarkan bangsa ini pada era kejayaan maritim. Dari masa kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Riau-Lingga, bahasa Melayu menjadi lingua franca di kawasan Asia Tenggara. Dengan perannya yang strategis tersebut, bahasa ini turut membentuk karakter bangsa yang santun, religius, dan beradab. Namun, seiring perkembangan zaman, globalisasi, dan penetrasi budaya asing, eksistensi bahasa Melayu mulai menghadapi tantangan serius. Pengaruh bahasa asing, terutama dalam ranah teknologi dan informasi, sering kali membuat bahasa lokal tersisih dari percakapan sehari-hari. Apabila dibiarkan, bukan tidak mungkin bahasa ini akan hanya tinggal sebagai catatan sejarah.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau berkomitmen untuk menjaga bahasa Melayu agar tetap relevan dengan kehidupan modern. Upaya ini bukan hanya sebatas pada tataran kebijakan, tetapi juga melalui implementasi nyata di berbagai sektor. Pendidikan, misalnya, harus menjadi garda terdepan dalam pelestarian bahasa Melayu. Kurikulum yang menekankan pada pemahaman dan penggunaan bahasa Melayu di sekolah-sekolah perlu terus diperkuat. Para guru harus menjadi teladan dalam menanamkan kecintaan terhadap bahasa ini, bukan sekadar mengajarkan teori, tetapi juga membangun kebanggaan pada murid-muridnya.
Selain pendidikan, budaya juga menjadi medium yang sangat efektif untuk menghidupkan bahasa Melayu. Pertunjukan seni tradisional, musik, pantun, dan sastra Melayu harus mendapat ruang yang lebih luas di tengah masyarakat. Pemerintah akan terus mendukung festival budaya, lomba pantun, dan karya sastra yang berbasis bahasa Melayu agar kreativitas masyarakat tidak tercerabut dari akarnya. Dalam hal ini, media massa dan teknologi digital juga harus dilibatkan. Konten kreatif yang mengangkat bahasa dan budaya Melayu melalui platform digital akan membuat bahasa ini lebih dekat dengan generasi milenial dan Gen Z, yang saat ini mendominasi ruang publik.
Namun, pelestarian bahasa dan budaya Melayu tidak akan berhasil tanpa partisipasi aktif masyarakat. Orang tua, tokoh adat, budayawan, dan seluruh elemen masyarakat harus bersinergi untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai kebiasaan sehari-hari. Mulailah dari hal sederhana, seperti menggunakan bahasa Melayu dalam percakapan keluarga, menulis pantun di media sosial, hingga melestarikan adat istiadat yang sarat nilai luhur. Dengan begitu, bahasa ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang sesuai dengan tantangan zaman.
Kepulauan Riau dikenal sebagai salah satu pusat lahirnya bahasa Melayu yang kemudian menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Kebanggaan ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk tidak sekadar melestarikan, tetapi juga menjadikannya ikon identitas daerah. Apabila bahasa Melayu hilang dari kehidupan kita, maka hilang pula salah satu pilar penting kebudayaan bangsa. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa yang hidup, berkembang, dan bermartabat. Kita wariskan bukan hanya kepada anak-anak kita, tetapi juga kepada peradaban dunia, agar dunia mengenal bahwa dari Kepulauan Riau, bahasa Melayu terus berkibar dengan megah hingga ke anak cucu.”redaksi