“Pergi ke laut mencari ikan,
Singgah sebentar di pulau Galang.
Kalau adat terus dijaga berkesinambungan,
Marwah Melayu akan tetap gemilang.”
sidikfokusnewscom – Batam, 20 Mei 2023 — Senja baru saja turun di Kota Batam ketika deretan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat berkumpul di Kantor Lembaga Adat Melayu Batam. Suasana hangat menyelimuti ruang pertemuan, seakan menyatukan semangat dan harapan di tengah hiruk-pikuk kota yang kian modern. Tepat pukul 15.30, Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, tiba untuk menyampaikan pidato yang ditunggu-tunggu.
Pidato sore itu tidak sekadar seremonial. Kata-kata Rudi mengalir dengan penuh penekanan bahwa Batam, meski berkembang sebagai kota industri dan investasi, tidak boleh tercerabut dari akar budayanya. “Batam ini modern, penuh dengan keragaman, tapi kita jangan lupa: akar kita adalah Melayu. Tanpa identitas, kita hanya jadi kota industri tanpa jiwa,” ujarnya lantang, disambut anggukan hadirin yang menyimak dengan khidmat.
Di hadapan para tokoh, Rudi menggambarkan bahwa pembangunan Batam harus menyatu dengan nilai-nilai Melayu. Ia mencontohkan hadirnya ornamen-ornamen Melayu pada infrastruktur kota, mulai dari jembatan hingga taman kota. Menurutnya, itu bukan sekadar estetika, melainkan strategi menjaga agar generasi muda tetap mengenal jati dirinya. “Kita ingin anak-anak kita bangga berbahasa Melayu, bangga dengan adatnya, dan bangga dengan tanah kelahirannya. Dengan identitas yang kuat, mereka bisa menghadapi dunia global tanpa kehilangan marwahnya,” katanya penuh keyakinan.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa arus globalisasi bukan tanpa tantangan. Derasnya budaya populer dunia, media sosial, dan modernisasi berpotensi membuat generasi muda melupakan bahasa dan adat. Rudi menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat untuk menjaga keseimbangan ini. “Adat, agama, dan budaya Melayu harus jadi cahaya. Saya berharap tokoh agama menanamkan nilai spiritual, tokoh adat menjaga marwah budaya, dan tokoh masyarakat menjadi jembatan pemerintah dengan rakyat,” ucapnya penuh makna.
Apresiasi khusus juga disampaikan kepada Lembaga Adat Melayu Batam yang dinilai memiliki peran sentral dalam menjaga martabat dan identitas Melayu. Menurut Rudi, LAM bukan hanya penjaga adat, tetapi juga mitra strategis pemerintah. “Saya berterima kasih kepada LAM dan semua tokoh yang hadir hari ini. Tanpa dukungan bapak-ibu sekalian, mustahil Batam bisa tumbuh utuh, lahir dan batin, jasmani dan rohani,” ungkapnya.
Pidato itu seakan menjadi napas kebersamaan. Para tokoh yang hadir tampak larut dalam suasana, merasakan pesan moral yang disampaikan pemimpin kota mereka. Pidato Rudi tidak hanya bicara soal pembangunan fisik, tetapi juga menyentuh aspek batiniah—identitas, bahasa, dan adat sebagai penopang.
Momen ini terasa semakin sarat makna karena berlangsung bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Rudi menutup pidatonya dengan ajakan penuh semangat: “Mari kita rapatkan barisan. Kita jadikan Batam sebagai kota yang maju ekonominya, damai masyarakatnya, indah lingkungannya, dan bermartabat budayanya.”
Kehadirannya sore itu meneguhkan pesan bahwa Batam bukan sekadar kota industri yang menghadap dunia, melainkan juga rumah yang berakar kuat pada budaya Melayu. Di antara derap langkah modernisasi, suara adat tetap lantang, menjaga agar Batam tidak kehilangan ruhnya. (redaksi)
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 66