banner 728x250

Kontroversi Kepri Jadi Tempat Pengungsi Gaza: Misi Kemanusiaan atau Agenda Politik Terselubung?

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com.Tanjungpinang- Kepulauan Riau. — Rencana menjadikan Provinsi Kepulauan Riau sebagai lokasi penempatan sementara pengungsi Gaza memicu polemik tajam di tengah masyarakat. Alih-alih dianggap murni sebagai misi kemanusiaan, sejumlah pihak menilai ada agenda politik global yang membayangi.

banner 325x300

Tokoh masyarakat Kepri, M. Fadil Hasan, SH., menyuarakan kecurigaan keras. Ia menilai kebijakan ini perlu ditelusuri lebih dalam, mengingat potensi manipulasi geopolitik yang melibatkan kekuatan besar di Timur Tengah. “Kok Presiden bisa setuju, masyarakat Kepri juga diarahkan untuk menerima, ternyata ini bukan misi kemanusiaan, tapi ada indikasi misi Netanyahu. Kalau benar begitu, jelas berbahaya bagi kedaulatan bangsa,” tegasnya.

Senada dengan itu, pengamat politik daerah yang enggan disebutkan namanya menilai langkah pemerintah pusat tidak boleh diambil sepihak tanpa melibatkan masyarakat Kepri yang akan langsung terdampak. “Ini mestinya disampaikan dulu ke DPR RI, juga harus mengundang stakeholder di daerah: gubernur, walikota, bupati, dan masyarakat. Jadikan rapat akbar, biar jelas apakah rakyat Kepri menerima keberadaan mereka atau tidak. Jangan hanya mengedepankan aspek kemanusiaan, tapi mengabaikan kemanusiaan masyarakat Kepri sendiri,” ujarnya.

Ahli hubungan internasional Universitas Indonesia, Dr. Ratna Suryaningrum, menekankan bahwa isu pengungsi internasional tidak pernah terlepas dari dimensi politik. “Sejarah mencatat, penempatan pengungsi sering kali menjadi instrumen politik negara-negara besar. Indonesia harus berhati-hati. Misi kemanusiaan tidak boleh menjelma menjadi pintu masuk agenda politik Israel atau kekuatan asing lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, pakar keamanan nasional, Brigjen (Purn) K. Wiranto, memperingatkan potensi kerentanan baru. Menurutnya, selain beban sosial dan ekonomi, risiko infiltrasi jaringan intelijen asing bisa meningkat jika penempatan pengungsi dilakukan tanpa kajian mendalam. “Bicara soal pengungsi Palestina tidak sesederhana memberi bantuan. Ini ada potensi intervensi. Kepri sebagai daerah perbatasan rawan disalahgunakan,” katanya.

Sejarah lokal Kepri juga menjadi pengingat yang tak bisa diabaikan. Pulau Galang, Batam, pernah dijadikan kamp pengungsian besar bagi eksodus warga Vietnam pada era 1979–1996. Meski ditutup secara resmi, warisan sosial, ekonomi, dan psikologis dari keberadaan kamp itu masih membekas hingga kini. Beberapa persoalan bahkan dianggap sebagai bara dalam sekam, terutama ketika bersinggungan dengan kebijakan pemerintah terkait proyek strategis nasional dan program transmigrasi lokal.

Situasi ini memperlihatkan dilema besar: di satu sisi, ada tuntutan solidaritas kemanusiaan bagi rakyat Palestina yang tengah menderita akibat perang; di sisi lain, ada kewajiban negara melindungi kepentingan masyarakat Kepri sebagai wilayah perbatasan yang strategis. Tanpa transparansi, keterlibatan publik, dan kajian geopolitik yang matang, keputusan menjadikan Kepri sebagai tempat pengungsi Gaza dikhawatirkan bukan hanya membuka kotak pandora masalah baru, tetapi juga mengulang jejak luka sejarah Pulau Galang yang belum sepenuhnya sembuh.”(arf-6)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *