sidikfokusnews.com-Dompak- Kepulauan Riau.— Kasus dugaan penelantaran perempuan hamil yang menyeret nama seorang pegawai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memicu sorotan publik. Nadiawati, wanita hamil delapan bulan, mengaku diabaikan oleh E—oknum ASN DLHK Kepri—yang diduga merupakan ayah biologis anak yang dikandungnya.
Perjuangan Nadia untuk memperoleh perlindungan hukum dimulai ketika ia melapor ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kota Tanjungpinang. Namun, lebih dari satu bulan berlalu tanpa respons memadai. Merasa tidak mendapat perhatian, Nadia mencari bantuan ke Bunda Anis Anorita Zaini, aktivis yang kerap mengedukasi publik soal perlindungan perempuan dan anak.
Bersama Bunda Anis, Nadia melayangkan surat pengaduan resmi ke DLHK Kepri dan mencoba menemui E. Upaya komunikasi via telepon dan WhatsApp selama sepekan tak membuahkan hasil. Saat akhirnya ditemui di kantor DLHK, E hanya mengaku hubungannya dengan Nadia sebatas teman dan menolak memberikan klarifikasi, meski ditunjukkan bukti rekaman video call.
Bunda Anis juga bertemu Kepala Bidang Umum dan Kepegawaian DLHK, Azika, yang berjanji akan memanggil E. Namun, janji tersebut tak kunjung terealisasi. Kunjungan kedua ke DLHK juga gagal menemui Kepala Dinas karena sedang dinas luar, sehingga hanya dibuat berita acara untuk dilaporkan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kepri.
Dalam keterangan kepada media, Nadia mengungkap awal hubungan dengan E berawal dari perkenalan di media sosial lebih dari setahun lalu. Ia mengetahui dirinya hamil pada 28 November 2024 dan langsung memberi tahu E. Namun, komunikasi terputus sejak Juni 2025 setelah istri E mengetahui kehamilan tersebut.
Ketegangan memuncak ketika Nadia dan Bunda Anis menemui E bersama istrinya. Istri E melarang perekaman, mengusir asisten pribadi Bunda Anis, serta meremehkan kehamilan Nadia. Ia bahkan menunjukkan surat dokter yang menyatakan kemungkinan kecil E menjadi penyebab kehamilan, lalu menuduh Nadia berhubungan dengan pria lain. Saat ditanya soal bantuan biaya persalinan dan kebutuhan bayi, istri E menegaskan tidak akan memberi dukungan apa pun.
Bunda Anis menilai kasus ini bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan masalah serius karena melibatkan dugaan pelanggaran etika dan hukum oleh seorang ASN. “Negara seharusnya hadir untuk melindungi perempuan hamil, apalagi jika pelakunya adalah aparatur negara yang punya tanggung jawab moral dan hukum,” tegasnya.
Pakar hukum administrasi negara, Dr. R. Yuliantho, menilai dugaan penelantaran perempuan hamil oleh ASN bisa dikenakan sanksi ganda: disiplin kepegawaian dan pidana umum. “Jika terbukti, pelaku bisa dijerat sanksi berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, mulai dari penurunan pangkat hingga pemberhentian. Dari sisi pidana, KUHP dan UU Perlindungan Perempuan dan Anak juga dapat digunakan,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik, Fitria Maulida, menambahkan bahwa kasus ini mencoreng citra ASN yang seharusnya menjadi teladan. “DLHK dan BKD Kepri harus transparan dan proaktif. Diam atau lambat merespons justru memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada E belum membuahkan jawaban. Kasus ini diperkirakan akan menjadi ujian serius bagi komitmen Pemprov Kepri dalam menegakkan disiplin ASN sekaligus melindungi hak-hak perempuan dan anak.”(arf)
Berita Terkait
Pelantikan Direksi–Komisaris PT Energi Kepri: Antara Harapan Besar dan Tanda Tanya Kesiapan sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.— Gubernur Kepulauan Riau, H. Ansar Ahmad, resmi melantik jajaran Direksi dan Komisaris dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yakni PT Energi Kepri (Perseroda) dan PT Pembangunan Kepri (Perseroda) di Gedung Daerah, Rabu (20/8/2025) malam. Berikut nama-nama pejabat yang dilantik: PT Energi Kepri (Perseroda): Dr. Aries Fhariandi, S.Sos., M.Si – Komisaris Juanda, S.Mn., M.M – Komisaris Sri Yunihastuti, S.T., M.M – Direktur Utama Ir. Fauzun Atabiq – Direktur Operasional Afrizal Berry – Direktur Umum/Keuangan PT Pembangunan Kepri (Perseroda): Hendri Kurniadi, S.STP., M.Si – Komisaris Dalam sambutannya, Ansar menekankan peran strategis BUMD sebagai instrumen pembangunan ekonomi daerah sekaligus motor penggerak pertumbuhan. “Kalau dikelola inovatif, hasilnya akan langsung dirasakan masyarakat Kepri. BUMD juga harus memberi kontribusi nyata pada Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegasnya. Namun, di balik seremoni pelantikan ini, muncul sejumlah pertanyaan mendasar terkait kelembagaan maupun kapasitas figur-figur yang duduk di kursi strategis. Chaidarrahmat, mengingatkan bahwa pembentukan PT Energi Kepri memiliki tujuan utama yang sangat spesifik, yakni untuk mengelola hak Participating Interest (PI) 10% migas di wilayah kerja (WK) yang berada di perairan Kepri. “Ini bukan BUMD biasa. Ia dibentuk sebagai vehicle khusus agar daerah bisa menerima manfaat langsung dari PI 10% hasil divestasi kontraktor migas yang beroperasi di Kepri. Tujuan primernya jelas: mengelola hak PI, sementara tujuan sekundernya baru disiapkan ke depan untuk merambah bisnis sektor hilir migas,” jelasnya. Namun menurutnya, sejak April 2025 lalu, PT Pembangunan Kepri selaku holding telah menandatangani pengalihan PI 10% Northwest Natuna (PT PK NWN) dari operator Prima Energy Northwest Natuna Pte. Ltd. (PENN). Proses ini sudah berjalan lebih dari empat bulan, melewati tenggat 60 hari yang diberikan SKK Migas untuk mengajukan kualifikasi teknis. “Artinya, Kepri sudah terlambat dalam mengimplementasikan hak PI itu. Sekalipun ada perpanjangan waktu hingga April 2026, pertanyaannya: apakah PT Energi Kepri mampu memenuhi persyaratan teknis dalam tempo singkat ini? Kalau gagal, peluang emas itu bisa hilang,” katanya. Chaidarrahmat menambahkan, opsi lain adalah mengejar hak PI di blok migas lain di Natuna–Anambas. Namun, ia mempertanyakan kepastian dan potensi ekonominya dibandingkan Northwest Natuna yang sudah ada di depan mata. Figur-figur Baru, Apakah Tepat Sasaran? Selain masalah kelembagaan, sorotan juga tertuju pada figur-figur yang baru dilantik. Menurut sejumlah pengamat, mayoritas tidak memiliki latar belakang profesional di sektor migas maupun rekam jejak sebagai pebisnis kelas korporasi energi. “Memang sudah dilakukan fit and proper test, tapi itu tidak otomatis menjamin kapasitas manajerial mereka mumpuni untuk menghadapi kompleksitas bisnis migas. Padahal, industri ini sangat padat modal, berisiko tinggi, dan penuh regulasi teknis,” ujar Chaidarrahmat. Ia menilai tantangan ke depan bukan sekadar menjaga operasional perusahaan, melainkan membuktikan bahwa BUMD ini bisa menghasilkan dividen signifikan untuk mendukung PAD Kepri. Hal ini menjadi penting di tengah kondisi APBD yang tengah mengalami defisit dan kesulitan menjaga kapasitas fiskal. “Kalau manajemen BUMD hanya diisi figur-figur yang minim pengalaman teknis, dikhawatirkan perusahaan ini malah menjadi beban, bukan instrumen solusi fiskal. Padahal, ekspektasi publik adalah PT Energi Kepri bisa memberi nilai tambah nyata untuk daerah,” tambahnya. Keberadaan PT Energi Kepri ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia membawa harapan besar: menjadi pintu masuk bagi Kepri mengelola langsung kekayaan migas di lautnya sendiri. Tetapi di sisi lain, ada tanda tanya besar soal keterlambatan prosedural, kesiapan teknis, dan kapasitas sumber daya manusia yang akan mengelolanya. “Kalau tidak segera dibenahi, risiko kehilangan momentum sangat nyata. Padahal ini menyangkut masa depan fiskal Kepri, kemandirian energi, dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Chaidarrahmat.”(arf-6)
Post Views: 73