sidikfokusnews.com – Batam — Dengan mengusung semangat “Hidupnya agama Islam dengan adanya ilmu, dan hidupnya ilmu dengan muthola’ah serta mudzakaroh”, Pengurus Persatuan Muballigh Batam (PMB) Kecamatan Batam Kota, bekerja sama dengan Bidang Kajian & Da’wah serta Bidang Pengembangan SDM, sukses menggelar Halaqoh Ilmiah yang penuh makna pada Kamis malam, 7 Agustus 2025.
Kegiatan yang berlangsung di Masjid Jihadul Muharrom (Polresta Barelang) ini dimulai selepas salat Isya berjamaah, menghadirkan pembicara utama Kombes Pol. Zaenal Arifin, S.I.K., Kapolresta Barelang. Dengan mengangkat tema “Sinergi Da’i dan Aparat Keamanan dalam Mewujudkan Kamtibmas yang Kondusif di Masyarakat”, acara ini menjadi momentum penting bagi para muballigh untuk menjalin silaturahim sekaligus mempererat koordinasi dengan pihak kepolisian.
Sebelum acara dimulai, pengurus PMB telah mengedarkan undangan resmi dan mengingatkan seluruh anggota untuk hadir. Nada pesan undangan terasa hangat namun penuh wibawa, menyampaikan bahwa setelah materi inti, kegiatan akan dilanjutkan dengan pembahasan internal organisasi PMB Batam Kota. Semangat kebersamaan juga tampak dari ajakan kepada anggota yang memiliki baju koko khas Muballigh Kamtibmas beserta syalnya agar memakainya pada malam itu, demi menunjukkan identitas dan kekompakan organisasi di hadapan tamu kehormatan.
Suasana pra-acara sempat diwarnai canda, nostalgia, dan diskusi ringan di antara anggota di grup komunikasi. Ada yang mengingatkan soal konsumsi, ada pula yang menyinggung pengalaman ketika baju koko hanya digunakan saat pelantikan. Beberapa ustadz mengusulkan agar meski ada narasumber dari luar, kajian inti dari muballigh internal tetap dihadirkan, sehingga ruh keilmuan agama tetap terjaga.
Menariknya, Kapolresta Barelang diketahui membatalkan beberapa agenda penting lainnya demi hadir dalam acara ini. Namun, sempat terjadi kendala karena jumlah kehadiran awal yang rendah. Dari daftar hadir yang panjang, pada awalnya hanya tiga orang yang sudah berada di lokasi. Hal ini memicu seruan berulang dari pengurus agar para ustadz segera berangkat. Dorongan semakin menguat ketika beredar kabar bahwa selain Kapolresta, Kapolda juga direncanakan hadir.
Perlahan, para peserta mulai berdatangan. Acara dibuka dengan sambutan hangat dari Ketua PMB Kecamatan Batam Kota, dilanjutkan dengan paparan Kapolresta yang menekankan pentingnya sinergi muballigh dan aparat keamanan. Ia menggarisbawahi bahwa muballigh memiliki posisi strategis sebagai penyampai pesan damai, penyejuk suasana, dan perekat persatuan di tengah masyarakat, terlebih pada situasi yang rawan gesekan sosial.
Tidak hanya materi yang menjadi sorotan, suasana kebersamaan antara muballigh, pengurus, dan pihak kepolisian terasa kental. Pembahasan keorganisasian PMB Batam Kota yang dilakukan usai materi utama berjalan penuh keakraban. Konsumsi yang dihidangkan pun mendapat apresiasi dari para hadirin, melengkapi hangatnya interaksi malam itu.
Keesokan harinya, semangat kebersamaan masih terasa. Beberapa anggota meminta dokumentasi foto bersama Kapolresta yang diambil oleh salah satu ustadz, sebagai kenangan dari momen berharga tersebut. Kehadiran tokoh penting, materi yang relevan, serta suasana yang harmonis menjadikan Halaqoh Ilmiah ini bukan hanya agenda rutin, tetapi juga tonggak penguatan peran dakwah dalam mendukung keamanan dan ketertiban masyarakat di Batam.
Dengan demikian, kegiatan ini bukan sekadar pertemuan formal, melainkan sebuah wujud nyata dari sinergi antara kekuatan moral muballigh dan kekuatan hukum aparat, demi terciptanya masyarakat yang aman, damai, religius, dan penuh persaudaraan. (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 94