sidikfokusnews.com – Batam — Air bersih adalah kebutuhan mendasar setiap manusia, namun tidak semua saudara kita memilikinya dengan mudah. Masyarakat di Teluk Waheng, Punggur, Batam, selama ini harus membeli air tangki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk kebutuhan air di masjid yang menjadi pusat ibadah dan aktivitas sosial kampung tersebut. Situasi ini menggerakkan hati Lembaga Amil Zakat (LAZ) Batam untuk mengambil langkah nyata melalui inisiatif kemanusiaan yang unik dan inspiratif: menggabungkan kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis dengan ajakan untuk bersedekah dalam program pengadaan sumur bor.

Dalam kegiatan yang berlangsung meriah dan penuh antusiasme itu, masyarakat diundang untuk memeriksakan kondisi kesehatannya tanpa dipungut biaya, mulai dari pengecekan tekanan darah (tensi), kadar kolesterol, gula darah, hingga asam urat. Di sela kegiatan, para relawan juga mengedukasi warga tentang pentingnya menjaga kesehatan sejak dini serta manfaat besar dari berbagi dalam bentuk sedekah.
Yeni Apriyani, relawan kesehatan LAZ Batam yang memandu pemeriksaan, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar aksi sosial, tetapi juga ajakan kepada masyarakat untuk ikut peduli terhadap kebutuhan air bersih saudara-saudara kita di Teluk Waheng.
“Siapa pun yang datang hari ini bebas memeriksa kesehatannya. Kami tidak mematok biaya, tapi kami mengajak semua yang hadir untuk menyisihkan sedekah seikhlasnya untuk mendukung pembangunan sumur bor di sana. Sekecil apa pun sedekahnya, Insya Allah akan menjadi aliran pahala yang terus mengalir, sebagaimana air dari sumur yang kita upayakan bersama,” jelas Yeni dengan penuh semangat.
Ketua LAZ Batam, Syarif, menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari program rutin lembaga yang menggabungkan aspek kesehatan masyarakat dengan kepedulian sosial.
“Insya Allah program pemeriksaan kesehatan ini akan terus kami laksanakan setiap pekan, bergilir di berbagai wilayah yang membutuhkan. Kami percaya, kegiatan seperti ini menjadi wadah penguatan nilai-nilai gotong royong dan empati umat,” ujar Syarif.
Lebih jauh, Darwis selaku Project Manager Pengadaan Sumur Bor LAZ Batam menjelaskan bahwa kampung Teluk Waheng saat ini mengalami keterbatasan pasokan air bersih yang cukup memprihatinkan.
“Air tangki masih menjadi satu-satunya sumber air, bahkan untuk keperluan wudhu dan kebersihan masjid. Kondisi ini sudah berlangsung cukup lama, dan kehadiran sumur bor tentu akan membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat di sana,” terangnya.
Harapan besar juga datang dari masyarakat setempat. Salah satunya diungkapkan oleh Pak Ihat, tokoh sekaligus takmir masjid di Teluk Waheng.
“Sudah lama kami mendambakan adanya sumur bor di kampung ini. Air bersih bukan hanya untuk mandi dan minum, tapi juga untuk beribadah. Terima kasih kami sampaikan kepada LAZ Batam atas perhatian dan upaya nyata ini. Semoga Allah membalas kebaikan semua donatur yang telah bersedekah.”
Inisiatif ini menjadi contoh nyata bahwa kebaikan dapat mengalir dari mana saja—bahkan dari tindakan sederhana seperti memeriksakan kesehatan. Setiap jarum yang menusuk ujung jari untuk tes darah, setiap tetes air yang mengalir dari keran sumur yang kelak dibangun, adalah bukti nyata bahwa kemanusiaan akan terus hidup selama kita mau peduli.
Melalui pendekatan kolaboratif yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, LAZ Batam membuktikan bahwa sedekah tidak hanya mampu meringankan beban sesaat, tetapi dapat menjadi solusi jangka panjang yang mengangkat martabat hidup sesama. (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 56