Batam, 29 Juli 2025 — Di tengah hiruk-pikuk Kota Batam yang multikultural dan dinamis, hari ini menjadi momen istimewa bagi seorang pemimpin yang sedang menapaki jejak perubahan di ranah keagamaan. Budi Dermawan, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Batam, genap berusia 49 tahun. Pria kelahiran Belui pada 29 Juli 1976 ini merayakan ulang tahunnya di tengah kesibukan dan tanggung jawab besar yang diembannya. Namun lebih dari sekadar perayaan usia, hari ini juga menjadi refleksi dari empat bulan masa kepemimpinannya yang penuh trobosan dan capaian yang menginspirasi.

Sejak dilantik sebagai Kepala Kemenag Kota Batam, Budi Dermawan langsung menunjukkan komitmen dan kepemimpinan yang visioner. Ia hadir bukan hanya sebagai administrator, tetapi sebagai figur yang mampu menjembatani kebutuhan umat dengan kebijakan pemerintah, dengan gaya komunikasi yang terbuka dan pendekatan yang membumi. Dalam tempo yang singkat, berbagai langkah strategis berhasil diimplementasikan, menandai arah baru dalam tata kelola kehidupan keagamaan di Batam.
Salah satu terobosan awalnya adalah menyelenggarakan forum rapat koordinasi yang mempertemukan seluruh organisasi masyarakat Islam dan lembaga keagamaan se-Kota Batam. Forum ini menjadi ruang penting untuk membangun sinergi, menyatukan visi, serta mengukuhkan komitmen bersama dalam menjaga kerukunan dan memperkuat moderasi beragama. Langkah ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan dan memperlihatkan betapa pentingnya dialog dan kolaborasi dalam merawat keberagaman.
Tidak berhenti di situ, Budi Dermawan juga mencetuskan sebuah program inovatif yang kini menjadi ikon baru layanan publik Kemenag Kota Batam: “BUDI NGOBRAS” atau Budi Ngobrol Bareng Umat Secara Santai. Lewat program ini, Budi membuka kanal komunikasi langsung dengan masyarakat, menerima masukan, kritik, serta aspirasi yang berkaitan dengan persoalan keagamaan dan kehidupan beragama di Batam. Pendekatan ini bukan hanya memperkuat kedekatan antara pemerintah dan rakyat, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa pelayanan publik yang humanis dan partisipatif bisa dilakukan di tengah struktur birokrasi yang seringkali kaku.
Dalam bidang pendidikan, Budi Dermawan mendorong peningkatan mutu madrasah melalui program unggulan AMSILATI, khususnya untuk jenjang Madrasah Ibtidaiyah. Program ini bertujuan mengakselerasi kemampuan baca kitab kuning pada peserta didik sejak usia dini. Dengan metode yang sistematis dan aplikatif, AMSILATI telah menjadi harapan baru dalam membentuk generasi madrasah yang kuat secara literasi keislaman, berakhlak mulia, serta siap menghadapi tantangan global tanpa kehilangan akar nilai-nilai luhur agama.
Seluruh langkah tersebut bukan sekadar program kerja, tetapi mencerminkan visi besar yang dibawa Budi Dermawan: menghadirkan pelayanan keagamaan yang inklusif, mendorong moderasi, dan menjadikan madrasah sebagai pusat pencetak generasi unggul yang beriman dan berilmu.
Empat bulan kepemimpinannya menjadi bukti bahwa perubahan besar tidak selalu butuh waktu lama. Dengan niat tulus, kerja nyata, dan komunikasi yang baik, pelayanan publik di bidang keagamaan bisa lebih membumi dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Batam kini memiliki sosok pemimpin Kemenag yang tidak hanya mengerti birokrasi, tetapi juga memahami denyut kehidupan umat yang dilayaninya.
Di hari ulang tahunnya yang ke-49 ini, harapan dan doa mengalir dari berbagai pihak agar Budi Dermawan senantiasa diberi kekuatan, kesehatan, dan kebijaksanaan dalam memimpin. Semoga langkah-langkah baiknya terus berlanjut dan membawa Kemenag Kota Batam menjadi institusi yang semakin dekat dengan rakyat, kuat dalam prinsip, dan maju dalam pelayanan.
Selamat ulang tahun, Bapak Budi Dermawan. Semoga Allah SWT memberkahi setiap langkah pengabdianmu. (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 90