sidikfokusnews.com – Batam — Dalam upaya membentengi generasi muda dari ancaman paham-paham yang bertentangan dengan ideologi bangsa, Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88 AT) Polri Satuan Tugas Wilayah (Satgaswil) Kepulauan Riau menggelar kegiatan penyuluhan bertajuk “Strategi Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di Lingkungan Pelajar.” Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, 22 Juli 2025 pukul 11.00 WIB, bertempat di Aula SMA Negeri 28 Batam.
Acara tersebut dihadiri langsung oleh AKP Risyal H. Nugroho, Kanit Pencegahan Satgaswil Kepri Densus 88 AT Polri, bersama Tim Pencegahan Satgaswil Kepri Densus 88 AT Polri. Mereka hadir untuk memberikan pemahaman mendalam kepada para siswa terkait bahaya laten intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang saat ini semakin berpotensi menyasar kalangan pelajar sebagai generasi penerus bangsa.
Dalam paparannya, AKP Risyal H. Nugroho menegaskan bahwa intoleransi, radikalisme, dan terorisme bukan hanya ancaman bagi keamanan negara, melainkan juga ancaman serius bagi masa depan generasi muda. Ia menjelaskan bahwa kelompok-kelompok radikal kerap menyusup melalui berbagai media, baik secara langsung maupun melalui media sosial, untuk mempengaruhi cara pandang dan perilaku remaja. Oleh karena itu, menurutnya, pencegahan sejak dini harus dimulai dari lingkungan sekolah dengan memberikan edukasi yang benar dan berimbang.
Lebih lanjut, AKP Risyal mengajak para pelajar untuk bijak dalam pergaulan dan berhati-hati dalam menerima informasi, terutama dari media sosial yang kerap menjadi ladang subur penyebaran paham radikal dan intoleran. Ia menekankan pentingnya memfilter informasi yang diterima serta mengedepankan nilai-nilai kebangsaan, toleransi, dan persatuan. Generasi muda, kata AKP Risyal, harus mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI dari berbagai upaya provokasi yang ingin memecah belah bangsa.
Penyuluhan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini berjalan interaktif. Para siswa tampak antusias mengikuti jalannya kegiatan. Mereka diberikan kesempatan untuk bertanya secara langsung mengenai isu-isu aktual yang berkaitan dengan radikalisme di kalangan remaja, termasuk bagaimana strategi pencegahan yang bisa mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui diskusi tersebut, siswa diharapkan lebih memahami pentingnya menjaga toleransi, mempererat persatuan, serta menolak segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama atau ideologi tertentu.
Kegiatan ini juga menjadi bentuk nyata sinergi antara aparat penegak hukum dan dunia pendidikan dalam menjaga stabilitas keamanan nasional, khususnya di wilayah Kepulauan Riau. AKP Risyal H. Nugroho menyampaikan apresiasi atas keterbukaan pihak sekolah dalam mendukung program pencegahan ini. Ia berharap, edukasi semacam ini dapat rutin dilakukan guna memperkuat ketahanan mental para pelajar agar tidak mudah terpapar ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kepala Sekolah SMA Negeri 28 Batam menyambut baik kegiatan ini dan menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Densus 88 AT Polri Satgaswil Kepri atas kepeduliannya terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam memberikan pemahaman kepada siswa agar terhindar dari bahaya intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Menurutnya, edukasi ini sangat relevan karena tantangan yang dihadapi generasi muda semakin kompleks, terutama dengan berkembangnya teknologi informasi yang tidak terbendung.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan para siswa dapat menjadi agen perubahan yang positif, turut menebarkan semangat toleransi, memperkuat persatuan, dan menjaga keutuhan NKRI. Mereka diharapkan menjadi generasi yang kritis, cerdas, serta bijak dalam menyikapi setiap informasi, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham yang bertentangan dengan ideologi bangsa.
Kegiatan diakhiri dengan penyerahan cenderamata dari pihak sekolah kepada AKP Risyal H. Nugroho dan Tim Pencegahan Satgaswil Kepri Densus 88 AT Polri sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan peran aktif mereka dalam menjaga keamanan serta ketahanan ideologi bangsa, khususnya di lingkungan pelajar.” (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 91