banner 728x250

MoU Kejaksaan Agung dan Dewan Pers: Menyatukan Hukum dan Kebebasan Pers untuk Demokrasi yang Sehat

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com.Jakarta. – Dalam iklim demokrasi yang semakin kompleks, kolaborasi antara lembaga negara dan media menjadi keharusan strategis. Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Dewan Pers menjadi bukti nyata upaya tersebut. MoU ini tidak hanya simbol kerja sama formal, tetapi merupakan wujud konkret memperkuat sinergi dalam penegakan hukum yang transparan dan perlindungan terhadap kemerdekaan pers yang bertanggung jawab.

banner 325x300

MoU ini mencakup sejumlah aspek penting: sinergi dalam penegakan hukum, perlindungan kemerdekaan pers, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, penguatan kapasitas sumber daya manusia, serta koordinasi yang lebih baik dalam penyampaian informasi dan penanganan perkara.

Jaksa Agung ST. Burhanuddin menegaskan bahwa kesepakatan ini bukanlah bentuk pembatasan terhadap pers, melainkan upaya membuka ruang kerja sama yang saling menghormati. “Pers adalah mitra strategis kami. Tanpa mereka, banyak kerja-kerja hukum yang tidak akan diketahui masyarakat. Kolaborasi ini justru mendorong akuntabilitas dan keterbukaan,” ujarnya dalam pidato penandatanganan MoU.

Ketua Dewan Pers juga menyambut baik kerja sama ini. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa sinergi antara media dan institusi hukum perlu dilandasi oleh prinsip etika jurnalistik, objektivitas, serta profesionalisme. “Kami ingin pastikan bahwa MoU ini memperkuat peran pers sebagai pilar keempat demokrasi, bukan justru menjadi alat pembungkaman. Dewan Pers akan tetap menjadi penjaga kebebasan pers yang sehat,” tegasnya.

MoU ini membuka ruang bagi Dewan Pers untuk menyediakan ahli dalam penyelesaian perkara pers yang melibatkan produk jurnalistik. Ini penting untuk memastikan bahwa penanganan kasus dilakukan secara proporsional, sesuai dengan semangat Undang-Undang Pers dan bukan lewat jalur kriminalisasi.

Salah satu poin vital dari MoU ini adalah peningkatan kesadaran hukum masyarakat melalui media. Kejaksaan dan Dewan Pers sepakat bahwa masyarakat yang memahami hukum akan lebih siap menghadapi tantangan zaman serta mampu membedakan antara informasi valid dan disinformasi.

Pakar komunikasi dan media dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Arif Subekti, menyambut baik kesepakatan ini. “Ini langkah progresif. Media selama ini hanya dianggap sebagai penyampai berita, padahal mereka punya kekuatan membentuk persepsi hukum masyarakat. Kalau digunakan dengan tepat, media bisa jadi alat edukasi hukum paling efektif,” ujarnya.

Namun, Dr. Arif juga mengingatkan bahwa keberhasilan MoU ini terletak pada implementasinya. “Perlu ada SOP yang jelas. Misalnya, bagaimana Dewan Pers berperan dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik tanpa tekanan. Atau bagaimana jurnalis tetap bisa kritis terhadap Kejaksaan tanpa rasa takut,” tambahnya.

Meski disambut positif, beberapa komunitas jurnalis menyuarakan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan MoU. Mereka menekankan perlunya garis tegas antara membangun sinergi dan menciptakan ketergantungan.

“Pers harus tetap independen. Jangan sampai kerja sama ini berubah menjadi tekanan halus terhadap ruang redaksi, misalnya dalam pemberitaan kasus besar,” ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam keterangannya.

Kekhawatiran ini sah dan menjadi alarm bagi semua pihak bahwa kemerdekaan pers adalah prinsip non-negotiable. Oleh karena itu, evaluasi berkala terhadap pelaksanaan MoU dan pelibatan publik sipil dalam prosesnya menjadi sangat penting.

Poin lain yang tak kalah penting adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik di Kejaksaan maupun di media. Ke depan, pelatihan bersama antara jurnalis dan jaksa tentang etika, hukum, dan komunikasi publik diharapkan bisa membangun pemahaman yang lebih baik di lapangan.

Dr. Arif menyebutkan, “Kejaksaan dan jurnalis perlu saling belajar. Jaksa harus tahu bagaimana bekerja dengan media, sementara jurnalis harus tahu batas-batas peliputan hukum yang etis. Ini bukan sekadar MoU atas kertas, tapi soal membangun budaya kerja yang kolaboratif dan bermartabat.”

MoU ini, jika dijalankan dengan prinsip transparansi, keadilan, dan keterbukaan, berpotensi menjadi model kolaborasi antara institusi hukum dan media di negara demokrasi. Ia bisa menjadi alat untuk memperbaiki citra hukum di mata masyarakat, sekaligus memperkuat kualitas jurnalisme hukum yang masih belum merata di Indonesia.

Diharapkan pula bahwa kerja sama ini akan membentuk ekosistem informasi publik yang sehat: bebas dari hoaks, menjunjung tinggi keadilan, dan tidak membiarkan kebebasan pers disalahartikan sebagai kebebasan untuk menyebar informasi keliru.

MoU Kejaksaan Agung dan Dewan Pers adalah langkah berani di tengah tantangan informasi dan tuntutan keterbukaan. Namun keberhasilan MoU ini akan sangat ditentukan oleh integritas para pelaksana di lapangan—baik jaksa maupun jurnalis—untuk tetap setia pada kebenaran, keadilan, dan tanggung jawab publik.”(Arf)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *